Kagumi Ia Dalam Doa

Monday, July 27, 2015
Akhirnya nulis lagi di blog ini, kemaren ngeposting diblog ini cuma repost aja. Sekarang in syaa Allah min mau sharing hasil chit chat sama kawan min.
Percapakapan ini dimulai ketika min baca dp BBM kawan yang tulisannya itu kalo ga salah "pujian itu melenakan, kekaguman menghancurkan" note dari Peggy Melati Sukma. Laaah ko bisa se kita muji orang yang emang baiklah sama kita jadi melenakan dan kita kagum sama dia jadi menghancurkannya. Usut punya usut mulailah percakapan, mulai nyari tau maksudnya apa ya dari gambar itu. Ternyata benar sekali, terkadang lewat pujian yang sebenernya niat se pemuji untuk orang yg di puji dan dikagumi adalah karna kekaguman dia, tapi ternyata orang yang dipuji nya jadi tinggi hati dan bisa jadi sombong. Naaah kan di situ buat melenakan dan menghancurkan se dipuji itu. Sebenernya ada pujian yang memang niatnya adalah baik itu gpp, tapi dari pada ambil resiko lebih baik kita puji dia dengan mendoakan akan kebaikan dia mendoakan agar ia selalu istiqomah dalam kebaikannya. Kan ada tuh salah satu hadits yang menjelaskan tentang mendoakan saudara Muslim diluar pengetahuannya. Neh cekidot hadits dibawah ini:

Dari Ummu Darda’ dan Abu Darda’ Radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Doa seorang muslim untuk saudaranya (muslim lainnya) yang tidak berada di hadapannya akan dikabulkan oleh Allah. Di atas kepala orang muslim yang berdoa tersebut terdapat seorang malaikat yang ditugasi menjaganya. Setiap kali orang muslim itu mendoakan kebaikan bagi saudaranya, niscaya malaikat yang menjaganya berkata, “Amin (semoga Allah mengabulkan) dan bagimu hal yang serupa.” (HR. Muslim no. 2733, Abu Daud no. 1534, Ibnu Majah no.  2895 dan Ahmad no. 21708)
Tapi ternyata ada beberapa hal yang membolehkan kita memuji saudara Muslim kita dihadapannya jika dengan kondisi dibawah ini:
Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin telah menjelaskan secara rinci dalam syarh kitab Riyadhus Shalihin (hal. 564-565) berkaitan dengan hukum memberikan pujian kepada saudara semuslim di hadapannya. Beliau berpendapat, ada beberapa rincian dalam hal ini:

Kondisi pertama

Jika pujian tersebut di dalamnya terdapat kebaikan dan dorongan motivasi untuk memiliki sifat-sifat yang terpuji dan akhlak yang mulia, maka pujian tersebut boleh, karena bertujuan untuk memotivasi saudaranya. Jika engkau melihat seseorang yang dermawan dan pemberani, dan ia mencurahkan dirinya dan berbuat baik kepada orang lain, maka engkau menyebut dirinya dengan apa yang ada pada dirinya dengan tujuan memotivasi dan mendorongnya agar ia senantiasa berada di dalam kebaikan. Ini adalah suatu hal yang baik, dan termasuk dalam firman Allah (yang artinya), “Tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan” (QS. Al Maidah: 2)

Kondisi kedua

Jika memujinya untuk menjelasakan kepada orang lain tentang keutamaannya, menyebarkan dan memuliakannya di hadapan manusia, maka hal itu boleh. Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap Abu Bakar dan ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma.

Mengenai Abu Bakar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya pada suatu hari, “Siapa di antara kalian yang pagi ini berpuasa?” Abu Bakr menjawab, “Saya.” Nabi bertanya lagi, “Siapa di antara kalian yang mengiringi jenazah?” Abu Bakr menjawab, “Saya.” Nabi bertanya, “Siapa yang bersedakah?” Abu Bakr menjawab, “Saya” Nabi bertanya, “Siapa di antara kalian yang menjenguk orang yang sakit?” Abu Bakr menjawab, “Saya.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, “Tidaklah semua hal itu terkumpul pada seseorang kecuali dia akan masuk surga.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berkata tentang ‘Umar, “Sesungguhnya setan tidak akan melewati suatu jalan kecuali jalan yang berlainan dengan jalanmu (‘Umar)”.

Dua riwayat di atas menunjukkan keutamaan Abu Bakar dan ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma.

Kondisi ketiga

Memujinya secara berlebihan dan mensifati dengan apa yang tidak ada pada dirinya, maka hal ini hukumnya haram dan sama dengan menipu. Contohnya mengatakan bahwa seseorang itu adalah seorang pemimpin, menteri, atau kata-kata semisalnya, berlebih-lebihan dan mensifatinya dengan pujian padahal hal itu tidak dijumpai pada dirinya . Hal ini jelas haram dan membahayakan bagi yang dipuji.

Kondisi keempat

Memuji realita yang sebenarnya ada di dalam dirinya, namun dikhawatirkan yang dipuji tertipu dengan dirinya sendiri, menjadi besar hati, dan merasa tinggi dibandingkan yang lainnya. Maka hal ini hukumnya juga haram dan tidak boleh dilakukan.

Semoga bermanfaat ya kawan postingan min kali ini.

Pamulang, 27 Juli 2015 / 11 Syawal 1436 H





1 comments:

Ulya Agustina at: August 4, 2015 at 4:38 PM said...

Terima kasih pencerahannya, Kakak..

Post a Comment