Pengujian black-box

Monday, June 17, 2013
Pengujian black-box digunakan untuk menguji fungsi-fungsi perangkat lunak yang dirancang. Pengujian black-box berfokus pada persyaratan fungsional perangkat lunak. Dengan demikian, pengujian black-box memungkinkan perekayasa perangkat lunak mendapatkan serangkaian kondisi masukan yang sepenuhnya menggunakan semua persyaratan fungsional untuk suatu program. Pengujian black-box berusaha menemukan kesalahan dalam kategori sebagai berikut (Pressman, 2002):
1.      Fungsi-fungsi yang tidak benar atau hilang.
2.      Kesalahan antarmuka.
3.      Kesalahan dalam struktur data atau akses basis data eksternal.
4.      Kesalahan kinerja.
5.      Inisialisasi dan kesalahan terminasi.

Pengujian black-box dilakukan dengan membuat kasus uji yang bersifat mencoba semua fungsi dengan memakai perangkat lunak apakah sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan. Kasus uji yang dibuat dengan kasus benar dan kasus salah, misalkan untuk kasus login maka kasus uji yang dibuat adalah (Rosa dan Shalahuddin, 2011):
1.      Jika pengguna memasukkan nama pengguna (username) dan kata sandi (password) yang benar.
2.      Jika pengguna memasukkan nama pengguna (username) dan kata sandi (password) yang salah, misalnya nama pengguna benar tetapu kata sandi salah, atau sebaliknya, atau keduanya salah.

Setelah selesai uji black-box haruslah dilakukan uji yang memperlihatkan apakah calon pengguna mau menerima produk tersebut. Jadi setelah selesai menetapkan bahwa produk sesuai atau tidak sesuai dengan kebutuhan, tes belum selesai. Perlu dilakukan uji penerimaan (beberapa menyebutnya user acceptance test). Dengan dilakukan uji penerimaan, maka uji validasi menjadi lengkap (Hananto, 2012). Acceptance test merupakan pengujian yang berdasarkan motivasi, sementara pengujian black-box merupakan pengujian yang berdasarkan hubungan dengan kode implementasi (Hariyanto, 2004).

0 comments:

Post a Comment